Oleh : Harminto
Lantas,
bagaimana dengan kenyataan bahwa banyak para pemimpin perusahaan, BUMN,
eksekutif, legislatif, yudikatif, dan bahkan kepala negara yang telah
melakukan korupsi? Apakah pernyataan tersebut hanyalah merupakan jargon
sampah belaka?
Di dalam falsafah Jawa, kita mengenal bahwa pemimpin itu mempunyai harus sifat “ing ngarso sung tulodho”. Pernyataan
tersebut mengandung makna bahwa pada saat di depan (ing ngarso),
seorang pemimpin harus mampu untuk memberikan contoh/tauladan yang baik
(sung tulodho) kepada orang-orang yang dipimpinnya. Melakukan korupsi
adalah contoh tindakan yang tidak baik bagi seorang pemimpin. Siapapun
sudah tahu bahwa korupsi merupakan tindakan yang tidak baik untuk
dilakukan, apalagi oleh seorang pemimpin. Korupsi merupakan salah satu
manifestasi dari penyakit jiwa kronis yang diderita oleh pelaku korupsi.
Para
pelaku korupsi pada hakekatnya adalah mereka yang memiliki masalah
dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal, dan organisasional.
Komunikasi intrapersonal merupakan situasi tentang bagaimana seseorang
melakukan komunikasi dengan dirinya sendiri. Kontemplasi menjadi salah
satu cara untuk melakukan tindakan untuk berbicara dengan dirinya
sendiri. Pertanyaan tentang ‘apa yang saya cari (what)’ dalam hidup ini, dan ‘bagaimana saya mendapatkan (how)’
hal tersebut, merupakan dua pertanyaan dasar dalam komunikasi
intrapersonal. Segala bentuk materi yang diperoleh dari hasil korupsi,
pada dasarnya bukanlah merupakan hak untuk dimiliki. Lantas, masih
adakah tersisa kebanggaan yang melekat pada diri koruptor dengan
memiliki begitu banyak materi yang sesungguhnya adalah bukan haknya?
Gambaran tentang koruptor dengan harta melimpah, adalah seperti yang
sering terlihat di dalam film, di mana seorang yang miskin sedang
berdiri di halaman rumah orang lain yang mewah, sembari mengatakan
kepada setiap orang yang lewat, bahwa rumah tersebut adalah miliknya.
Mereka menunjuk dan mengakui sesuatu yang jelas-jelas bukan miliknya.
Koruptor jelas tidak mempunyai kebanggaan diri (self esteem) atas banyaknya harta yang digenggamnya.
Koruptor dapat dipastikan bersifat selfish,
hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak peduli dengan orang lain,
maupun keadaan di sekitarnya. Koruptor sangat lemah dalam berhubungan
secara interpersonal. Selama dia dapat memperoleh apa yang diinginkan,
dengan cara apapun, termasuk mungkin dengan cara menyakiti atau bahkan
cara mematikan orang lain. Koruptor menganggap kemiskinan yang terjadi
di sekitarnya sebagai sebuah berkah, di mana banyaknya materi yang
dimiliki akan menjadi relatif semakin besar dan kelihatan. Koruptor
oleh karena itu juga tidak peduli apakah tetangganya kelaparan, atau
tidak mampu membayar uang sekolah anaknya. Sifat manusianya seakan
lenyap dan mata hatinya telah tertutup rapat.
Bagaimana
korupsi dapat merusak semua tatanan yang ada di dalam sebuah
organisasi? Sebagai contoh, sebuah perusahaan merencanakan untuk
melakukah pembelian barang yang diperlukan untuk kebutuhan operasional.
Ada dua pemasok yang memberikan penawaran, yaitu pemasok A (harga murah
dan kualitas baik), dan B (harga mahal dan kualitas jelek). Pada sisi
internal perusahaan, ada dua bagian yang terlibat dalam proses pembelian
tersebut, yaitu kepala bagian pemakai langsung (X), dan kepala bagian
pembelian (Y). Pihak X yang telah merencanakan sebuah tindakan korupsi
dengan pemasok B, tentu saja akan selalu berusaha untuk mengatakan bahwa
kualitas barang yang ditawarkan adalah baik dan telah sesuai dengan
spesifikasi yang diharapkan. Sementara bagian pembelian yang bukan
koruptor, mengatakan bahwa kualitas barang dari pemasok A adalah lebih
bagus dengan harga yang lebih murah. Bagaimana kira-kira yang terjadi
selanjutnya dari situasi tersebut di atas? Karena adanya kepentingan
pribadi di dalamnya, maka koruptor akan merusak semua aturan yang ada,
dengan mengatakan bahwa yang baik itu jelek dan yang jelek itu baik.
Koruptor akan menciptakan suasana kerja yang sangat tidak kondusif,
membangkitkan permusuhan, menimbulkan ketidakpercayaan, dan yang lebih
kritis adalah membahayakan kelangsungan hidup organisasi (sustainability).
Pemimpin
pada hakekatnya adalah individu-individu yang mempunyai keinginan besar
untuk melakukan sesuatu yang baik, memberikan guna dan manfaat untuk
dirinya sendiri, orang lain, organisasi hingga Negara pada lingkup yang
lebih besar. Pemimpin mempunyai kebanggaan atas hal-hal positif yang
telah dilakukannya, menjadi teladan bagi keluarga dan masyarakat.
Pemimpin menjaga dirinya agar tidak bertindak sewenang-wenang karena
kewenanganya, tetapi lebih kepada sikap menghargai dan menghormati
sesama.
Pemimpin
itu tidak korupsi. Mereka yang melakukan korupsi hanyalah orang-orang
picik yang melengkapi sifat rakusnya dengan berbuat sewenang-wenang atas
kewenangan yang mereka miliki. Para pejabat yang melakukan korupsi,
sesungguhnya sedang menunjukan kerendahan harkat dirinya di depan
khalayak. Mereka menunjukan bobroknya mental dan moralnya di depan
keluarga, kerabat dan handai taulan.
Saya
berkeyakinan bahwa kita semua memiliki derajat dan potensi untuk
menjadi seorang pemimpin sejati, baik untuk diri sendiri, keluarga dan
negeri tercinta ini……